Rabu, 03 Februari 2010

Teknik Molekuler Dalam Populasi Penyu

Genetika Populasi Penyu Laut
Teknik genetika yang dilakukan pada penyu laut diketahui dapat memperjelas beberapa aspek dari siklus hidup penyu tersebut. Sebagai contoh, munculnya pertanyaan “apakah betina penyu akan kembali bertelur pada pantai dimana mereka ditetaskan?”, “Apakah suatu habitat pakan didatangi oleh individu dari berbagai populasi yang berbeda?”, “Dapatkah DNA fingerprints digunakan untuk menentukan jalur migrasi penyu laut?”, semua pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan studi genetika molekuler pada tahun-tahun mendatang (Bowen and Karl, 1997). Perkembangan teknik biologi molekuler telah menyediakan alat untuk melakukan bebagai studi mengenai genetika populasi penyu laut secara umum, sehingga tersedia berbagai data yang sangat penting untuk melakukan berbagai kegiatan konservasi (FitzSimmon et al., 1999).

Teknik molekuler dalam populasi penyu laut
Untuk survei di pantai peneluran, mitochondrial DNA (mtDNA) terbukti efektif untuk mendeteksi struktur populasi pada penyu laut. Teknik yang digunakan dalam metode mtDNA diantaranya adalah Restriction Fragment Length Polymorphism (RLFP) dan penentuan segmen mtDNA melalui teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Teknik mtDNA RLFP adalah suatu teknik yang didasarkan atas pemecahan fragmen DNA dengan menggunakan enzim restriction endonuklease sehingga dihasilkan fragmen dengan panjang tertentu tergantung dari lokasi pemotongan. Panjang fragmen diketahui dengan menggunakan teknik elektroforesis. Teknik ini sangat sensitif dan terbatas pada fragmen yang kurang dari 300 bp (base pair) (Norman et al., 1990). Kesimpulan umum yang diperoleh dari survei selama ini adalah bahwa penyu laut betina umumnya akan kembali ke tempat dimana mereka ditetaskan (natal homing), yang mencakup beberapa habitat peneluran yang berada di sekitarnya yang bisa berjarak 100-400 km (Norman et al., 1990; Bowen and Avise, 1996 dalam FitzSimmon et al., 1999).
Molekul mtDNA diwariskan secara maternal, yang berarti jantan yang ditetaskan akan membawa mtDNA induk betinanya akan tetapi tidak mewariskan kepada generasi berikutnya dari jantan tersebut. Penanda genetik yang diwariskan dari induk betina menyediakan suatu gambaran mengenai perilaku reproduksi betina akan menentukan keberlangsungan jenis (Bowen and Avise, 1996 dalam FitzSimmon et al., 1999). Studi tentang variasi nuclear DNA (nDNA) sangat diharapkan untuk dapat melengkapi studi mtDNA dan untuk menyediakan pemahaman yang lengkap mengenai struktur genetik dari populasi (FitzSimmon et al., 1999).
Nuclear DNA (nDNA) diwariskan dari kedua orang tua. Studi dengan nDNA menyediakan informasi tentang gene flow (aliran gen) diantara populasi yang dipengaruhi oleh jantan dan betina. Studi populasi dengan nDNA umumnya menggunakan segmen dari genom yang tidak mengkode protein tertentu, bagian ini bermutasi lebih cepat dan menghasilkan sensitivitas yang lebih tinggi. Bagian dari nDNA dalam studi genetika populasi adalah anonymous single copy nuclear DNA (ascnDNA), minisatellite, dan microsatellite. Teknik minisatellite dan microsatellite dikenal sebagai DNA fingerprinting dan umumnya digunakan untuk menentukan garis keturunan dan kemungkinan kontribusi lebih dari satu jantan (multiple paternity) pada satu sarang penyu (FitzSimmon et al., 1999).

Struktur populasi Penyu Hijau
Penyu laut merupakan flagship spesies dimana hampir seluruh hidupnya dihabiskan di laut dan mempunyai kemampuan bermigrasi hingga ribuan kilometer dari habitat penelurannya hingga habitat pakannya. Studi tagging menyatakan bahwa penyu laut betina memperlihatkan perilaku kembali bertelur ke tempat dimana dia ditetaskan (natal homing) atau lebih dikenal dengan philopatry. Menurut Bowen and Karl (1997) perilaku phylopatry ini juga dimiliki oleh penyu jantan, dimana dari studi mtDNA diketahui bahwa penyu laut jantan juga mempunyai perilaku cenderung kembali di daerah perkawinannya (mating area).
Analisis mtDNA sangat berguna untuk menelusuri pertukaran genetik yang dimediasi oleh betina. Pewarisan sifat secara maternal ini juga dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan genetik diantara populasi. Pengetahuan mengenai migrasi betina yang diperoleh dari analisis mtDNA sangat cocok diterapkan dalam kegiatan konservasi mengingat betina bertanggungjawab terhadap terjadinya kolonisasi dari suatu habitat peneluran. Untuk penyu laut, variasi yang tinggi pada keberhasilan reproduksi diantara betina, akan meningkatkan keragaman diantara populasi dan meningkatkan kegunaan mtDNA sebagai penanda genetik (Moritz et al., 2002).
Studi mengenai karakteristik habitat peneluran dan habitat pakan Penyu Hijau di Asia Tenggara dan wilayah Pasifik Barat, telah dilakukan oleh Moritz et al., (2002) dan berhasil mengidentifikasi 25 haplotipe Penyu Hijau sepanjang 384 bp dan mengelompokkan ke dalam 17 populasi Penyu Hijau yang berbeda secara genetik dari 27 lokasi peneluran, dan masing-masing dikelompokkan ke dalam “Management Units” (Unit Managemen) atau “Stock” tersendiri (Lampiran 1).
Penggunaan istilah unit manajemen menunjuk pada suatu wilayah geografis yang memiliki habitat peneluran yang saling terkait. Individu dari masing-masing populasi ini akan mendiami daerah geografis yang lebih luas selama masa perkembangan dan migrasinya diantara peneluran dan daerah pakan. Data yang diperoleh untuk menentukan suatu area pengelolaan dalam unit pengelolaan didapat dari kombinasi antara data temuan tag, satellite tracking dan analisis genetik dari populasi di habitat bertelur atau pakan (Moritz et al., 2002).

So ada yang tertarik dengan genetik penyu ini, lets join with us!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar